Dear Silmi,
Don't be rush. You're not in a race. Just do what makes you HAPPY, and LEARN from it. It doesn't matter for being left behind. It doesn't mean you loose it. You're still okay. You're still fine. As long as you constantly try at its best.
It's not only about the results, but also the process.
Remember that.
From micros to nanos, larger to smaller. From simple to a more complex thing. Yeah, our perspective of life is just like that.
Sunday, February 28, 2016
Friday, February 26, 2016
Break your border, let’s travel abroad! #traveldiary – Part (I)
Traveling : it leaves you speechless, then turns you into a storyteller – Ibn Battuta
Yes, that was sooo
damn true! Jadi, taun 2015 kemarin Alhamdulillah Silmi masih dikasi kesempatan
untuk mengunjungi beberapa Negara di belahan dunia, and it made me feel soo speechless until I realized how grateful I am to be the one who got the chance to travel around the world! Bulan April
kemarin, tiba-tiba ibu ngajakin aku untuk nemenin beliau tour keliling Eropa
bareng temen-temennya, nah awalnya aku kira ini ga akan jadi, disamping biaya
tour yang cukup mahal, lama perjalanannya cukup ngebuat aku berpikir lagi untuk
ninggalin koass selama 3 minggu. But, chance
is always a chance! Never comes twice.
Semua urusan keberangkatan selalu aja dimudahin sampe akhirnya aku bener-bener siap
untuk berangkat nemenin ibu (katanya sih selain buat nemenin ibu di perjalanan,
bisa sekaligus jadi penerjemah dan tukang foto ibu, hehehe gapapa lah). Jadilah
kemarin silmi dan ibu pergi Eurotrip
selama 3minggu, rutenya: Italy – Swiss –
Austria – Germany – Netherland – Belgium – France! Hayo siapa yang ga
nolak? Haha.
Nah, desember kemarin juga salah satu sahabat aku (orang
Malaysia) menikah, aku dan 2 orang temen diminta untuk jadi bridesmaidnya. Jadi kita meluncur deh ke
Kuala Lumpur. Walopun Cuma 4 hari di Malaysia, traveling singkat bin hemat ini bener-bener bikin happy dan recharge our mind banget di akhir taun 2015!
I can say, traveling
is an addiction! Once you travel, you will always try to find a chance to do it
again. Why? Karna menurut Silmi, banyak hal-hal positif yang bisa didapet
dari traveling, salah satunya:
1. To find some inspirations!
Use your eyes and brain to record and
explore about what you’ve seen while traveling, later on you can create
something inspiring! Kemarin pas ke kota tua Venice, banyak banget toko-toko
yang jual barang-barang unik dan sangat berseni. Buat kamu-kamu yang punya plan untuk berbisnis di bidang hand-crafting, this is your paradise! Interior
design Eropa juga gemes-gemes dan lucu-lucu banget loh, termasuk café-café yang ada di pinggir jalannya,
hehehe.
2. To learn about social cultures
Kota paling lama yang dikunjungi selama
trip adalah Paris. Selama 10 hari kita tinggal di apartemennya temen ibu disana
dan mencoba menjadi seorang Parisien (sebutan untuk warga Paris). Ada banyak
banget lo pelajaran yang bisa diambil dari Parisien!
Jadi, waktu itu kami ber-5 mau ke rumah
temennya ibu naik Metro (transportasi umum berupa kereta bawah tanah) sambil
bawa semua barang-barang kita yg udah kayak orang pindahan itu (seperti koper dan
travel bag yang segede gaban). Kondisinya saat itu adalah, kita semua wanita
yang minimal 1 orang bawa 1 koper, di stasiun tempat kita turun itu ternyata banyak
banget tangga naik yang harus kita lewati untuk keluar. Dan kamu tau? Orang-orang
yang lalu lalang disana ternyata aware banget sama kita dan tanpa basa-basi
salah satu dari mereka bantu ngangkatin barang-barang kita melewati
tangga-tangga itu. I constantly amazed,
itu kopernya berat, tangganya panjang ke atas, tapi dia tanpa basa-basi ikut
ngangkatin barang-barang kita. Oh gosh,
there’s nothing we can say than, “Thank
you so much for helping us, Sir”.
Pernah juga waktu lagi duduk di dalem bis
umum, ada seorang kakek duduk di samping jendela. Di sampingnya ada wanita style kantoran yang lagi sibuk baca
sambil duduk. Seketika kakek itu sedikit kesulitan untuk membuka jendela, wanita
yang duduk di sampingnya itu tanpa basa-basi dan sigap langsung bantu ngebukain
jendelanya. Kakek itu-pun tersenyum dan bilang, “merci beaucoup”.
Ya, orangtua yang ada di transportasi umum
benar-benar dihormati oleh Parisien. Mereka selalu memprioritaskan seorang kakek/nenek
untuk bisa duduk di transportasi umum, sepenuh apapun situasinya. Mereka sigap
untuk berdiri dan memberikan kursinya untuk seorang yang lebih tua. Dan aku ga
pernah liat ada seorang kakek/nenek berdiri lama di sebuah metro atau bis umum.
Okay, itu semua hal kecil. But, I can
conclude that, orang-orang disana punya sense
of awareness yang cukup tinggi loh terhadap lingkungan sekitar. I admit that. Mereka ga pernah pake basa-basi untuk menolong orang lain.
Selain itu, mereka juga punya kebiasaan
untuk selalu menahan pintu di tempat umum ketika akan ada orang yang melewati
pintu itu juga di belakang mereka. Pintu itu ga akan dilepas sampe orang di
belakangnya menyambut pintu itu. I always
try to do it whenever I was passing a door in public places, and it was fun!
Aktivitas saling memegang pintu itu akan terus berlanjut sampe udah ga ada
orang lagi yang melewati pintu itu. Besides
that, orang-orang disana juga sangat ramah. Aku sering banget ga sengaja
bertatapan mata sama orang di jalan, dan mereka selalu tersenyum sambil
menyapaku, “bonjour”. These are some good habits we can adapt from
Parisiens.
3. To challenge yourself
Berada di lingkungan yang belum pernah kita
datangi sebelumnya, dengan orang-orang yang belum pernah kita temui merupakan
sebuah tantangan buat diri sendiri. Disamping mereka juga punya bahasa dan
budaya yang juga berbeda dengan kita, lagi-lagi kita hanya bisa mencoba
beradaptasi dan berbaur dengan orang-orang disana. Ketika kamu tertantang untuk
menjadi seorang turis ataupun warga yang baik di tempat orang. It’s your choice whether you will act like a
tourist or a local. But, acting like a local is way more challenging! Indeed!
4. To create self-confidences
Poin ini kurang lebih sama dengan poin di
atas. Traveling abroad melatih keberanian kamu dalam berbahasa asing dan
bersikap. Ketika mereka menganggap keberadaan dan menghargai attitude kamu selama disana, your confidence level has just increased!
5. To learn about histories of the world
Hmm, oke. Sejujurnya sekarang-pun aku udah
banyak lupa sama cerita-cerita sejarah yang sempet diceritain oleh tour guide selama eurotrip kemarin hehe.
Tapi, untuk orang-orang yang daya ingatnya tinggi dan sangat menyukai sejarah, traveling bener-bener bisa buka wawasan
kamu! Kemarin aku cukup banyak mengunjungi tempat-tempat bersejarah seperti
Colloseum, menara miring Pisa, kota di atas air “Venice”, St. Peter Basilica,
Cologne Cathedral, Atomium, Notre Dame, Arc De Triomphe, Musee du Louvre,
Eiffel Tower, Chateau de Versailles, dan masi banyak lagi. Hampir semua
tempat-tempat yang dikunjungi itu punya sejarahnya masing-masing loh. Cuman ga
semuanya aku inget jalan ceritanya. Hehehe.
Okay
good people! Mudah-mudahan post ini sedikit bisa membuka gambaran
temen-temen mengenai traveling ya. Intinya sih, kalo temen-temen ada kesempatan
untuk traveling (misalnya diajak temen, ato ada rezeki lebih), go plan for it! Explore and make
experiences! This world is too big to be lived on.
By the way, aku juga jadi pengen nih untuk Eurotrip lagi, tapi ke negara-negara yang belum sempet dikunjungin kemarin haha. Mudah-mudahan kalo udah kerja nanti bisa nyicil nabung, terus perginya bareng suami deh (Aamiin). Kayaknya bakal lebih seru deh! Haha.
Jangan khawatir ya good people, habis ini Silmi bakal share sedikit tips n trick buat yang mau traveling!
Hehe. :p
@silminasusra
Thursday, February 25, 2016
#NoteToSelf (1)
Dear Silmi,
Jangan berekspektasi lebih sama orang yaa. Hati dan pikiran orang berbeda-beda, ga bisa semuanya disesuain sama kita. Berharap cuma sama Allah, meminta juga sama Dia. Silmi ga boleh lemah, ga boleh goyah, Silmi harus punya karakter dan harus bisa berdiri untuk diri sendiri. Silmi ga boleh cengeng, ga boleh gampang galau. Kan Allah selalu ada di samping, jangan galau-galau lagi koass-nya, jodohnya juga, hadapi dan jalani aja. Jangan berhenti pokoknya. Kamu berjuang untuk diri sendiri, bukan untuk orang lain. Jadi jangan terlalu banyak mikirin apa kata orang. Harus bisa motivasi diri sendiri, nyenengin diri sendiri, menguasai diri sendiri.
Just be a happy person like you used to be. :)
@silminasusra
Jangan berekspektasi lebih sama orang yaa. Hati dan pikiran orang berbeda-beda, ga bisa semuanya disesuain sama kita. Berharap cuma sama Allah, meminta juga sama Dia. Silmi ga boleh lemah, ga boleh goyah, Silmi harus punya karakter dan harus bisa berdiri untuk diri sendiri. Silmi ga boleh cengeng, ga boleh gampang galau. Kan Allah selalu ada di samping, jangan galau-galau lagi koass-nya, jodohnya juga, hadapi dan jalani aja. Jangan berhenti pokoknya. Kamu berjuang untuk diri sendiri, bukan untuk orang lain. Jadi jangan terlalu banyak mikirin apa kata orang. Harus bisa motivasi diri sendiri, nyenengin diri sendiri, menguasai diri sendiri.
Just be a happy person like you used to be. :)
@silminasusra
Sunday, February 21, 2016
In a different perception, aren't we?
Malam ini begitu senyap, pukul satu malam.
Memikirkan hal yang entah kenapa selalu aja terngiang-ngiang di pikiran. Ya,
ini bukan hanya tentang aku yang didesak atau terdesak, tapi ini tentang diri
aku sendiri. Ketika aku mulai berpikir bahwa “mi, lo udah dewasa. Udah saatnya
lo pindah level dari posisi sekarang, udah saatnya lo buat suatu keputusan
besar dalam hidup lo, once in a lifetime”.
Ketika aku merasa bahwa, “rasanya aku udah ga pengen main-main lagi, aku mau
jadi orang yang lebih baik lagi, terus dan terus lebih baik, dan aku ingin semua
itu bisa konstan.” Oke, sekarang aku sadar. Aku BUTUH seseorang yang bisa
ngingetin itu semua, yang bisa ngajak aku untuk terus memperbaiki diri sampe
akhir hidup nanti. Sekarang aku bisa menyimpulkan bahwa: aku harus menikah. Not because of my mom, my dad, my sister, or
you, but because of myself. Sekali lagi lo udah dewasa, lo yang paling tau
diri lo sendiri, mi.
Oke, ga perlu dijabarin lagi lah ya mengenai
keutamaan-keutamaan menikah, seperti: membawa keberkahan dalam hidup, menyempurnakan
separuh agama, terhindar dari hal yang engga-engga, dsb. Tapi yakin deh, kalo
lo udah ngerasa cape sama semua yang berbau dunia, dan hati lo mulai tergerak
untuk menjadi seorang hamba yang ingin menyempurnakan iman dan ibadahnya, lo
baru bisa bener-bener memahami keutamaan dari menikah. :’)
Jadi, sekali lagi aku harap kamu mengerti posisi dan keadaan
aku saat ini. I won’t beg you to do the
things I expect you to do. I won’t
inspire you to meet me on the bridge. I
just want it to be worked that way. Allah Sang Maha Pengatur, biarlah Dia
yang membuatkan skenario terbaik untuk ini semua. Aku gatau apakah persepsi
kita mengenai hal ini sama atau tidak, tujuan hidup kita sama atau tidak. It has been almost 4 months we know each other,
but still I didn’t find any information about you. Aku butuh keterbukaan
itu. Aku ingin tau cara pandang kamu mengenai jodoh, cara kamu berpikir tentang
pernikahan, dan sudah sejauh mana kamu mempersiapkan hal itu. I need this meaningful conversation, just
flowing that way. Dan, kalau-pun memang semua persepsi tentang hal ini
tidak akan pernah sama, I can be the
first to move back, or leave.
Tetap tenang mi, semuanya harus disikapi dengan sabar, dan
dengan ego se-rendah-rendahnya. Jangan pernah surut untuk berdoa, mi. Allah loves you. Selamat berjuang. :)
@silminasusra
Sun, February 21 2016 (1.50 AM)
Thursday, February 18, 2016
Balanced that way
Hai good people! *sapaan ter-sokasik 2016*
Kali ini aku akan sedikit berbagi pandangan mengenai satu hal yang sampai sekarang masih menjadi misteri bagi aku sendiri (dan kebanyakan lainnya yang masih berstatus single seperti aku pastinyaa!), yaitu: JODOH. Ha! Udahlah, gausa mesem gitu. Kalo kamu adalah pemuda pemudi berusia 24 tahun (dan sekitarnya) yang budiman seperti aku, you have to join this conversation with me! Kita udah dewasa nih guys, udah saatnya mikir ke depan. Undangan udah bertebaran dimana-mana. Update-an medsos udah penuh sama acara-acara wedding nan soswit-unyu-menggemaskan itu. Ya ga? Who does agree that this age is about the age of marriage? Entahlah. Setiap orang selalu punya pendapatnya masing-masing. But I think, emang udah saatnya kita mikirin dan nyiapin hal itu. Someday you will, I’m serious! Don’t let your routinity blinds you from this fact.
Kali ini aku akan sedikit berbagi pandangan mengenai satu hal yang sampai sekarang masih menjadi misteri bagi aku sendiri (dan kebanyakan lainnya yang masih berstatus single seperti aku pastinyaa!), yaitu: JODOH. Ha! Udahlah, gausa mesem gitu. Kalo kamu adalah pemuda pemudi berusia 24 tahun (dan sekitarnya) yang budiman seperti aku, you have to join this conversation with me! Kita udah dewasa nih guys, udah saatnya mikir ke depan. Undangan udah bertebaran dimana-mana. Update-an medsos udah penuh sama acara-acara wedding nan soswit-unyu-menggemaskan itu. Ya ga? Who does agree that this age is about the age of marriage? Entahlah. Setiap orang selalu punya pendapatnya masing-masing. But I think, emang udah saatnya kita mikirin dan nyiapin hal itu. Someday you will, I’m serious! Don’t let your routinity blinds you from this fact.
Oke, sekarang posisinya adalah: kamu sudah bisa menerima
fakta tersebut. Dan anggap saja sekarang kamu sedang berada di fase “usaha”, dimana saat
ini kamu sedang ‘bertemu’ dengan
seseorang.
Pernah denger ga kalo “lelaki yang baik akan bertemu dengan
perempuan yang baik”? (cek QS An Nur:26). That’s
why, melihat KESEIMBANGAN dalam suatu hubungan dengan orang lain itu perlu.
Kamu yang ngejalanin, kamu sendiri yang bisa ngerasain: kamu seimbang apa engga
sama dia. Mulai dari latar belakang keluarga (1), bagaimana keadaan lingkungan yang
mendidik dia (2), pola pikir yang dia punya (3), hingga prinsip-prinsip agama
yang dia pegang (4). Umm, entah kenapa pembahasan ini terdengar cukup berat ya,
tapi ya memang berat si. Haha. *kalo ga berat ga akan tertarik untuk ditulis :p
Masih belum kebayang? Oke. Misalnya, kamu lagi deket sama
seseorang. Kamu berasal dari keluarga yang berkecukupan. Ya biasa-biasa aja,
semuanya Alhamdulillah serba cukup. Nah, dia (orang yang lagi deket sama kamu
ini) ternyata juga berasal dari keluarga dengan status sosial yang sama dengan
kamu. Intinya, kalian berdua sama-sama ga minder, alias ga ada kesenjangan sosial
diantara kalian. Komunikasi kalian-pun ga akan terganggu dengan hal itu.
Mengenai keadaan lingkungan yang mendidik dia, aku pikir ini
tentang kebiasaan yang telah terbentuk dari kecil, bisa berupa nilai-nilai
social yang ia dapat dari didikan orangtuanya seperti etika, norma, adat
istiadat, dsb. Hal ini jelas mempengaruhi perilaku dia terhadapmu. Kalo dia
tidak punya etika yang baik, otomatis kamu juga akan risih dong dengan perilaku
dia yang seperti itu.
Poin ketiga, ini tentang keseimbangan pola pikir: matang
atau tidak. Lalu, sejalan atau tidak. Pola pikir yang terbentuk pada diri seseorang
akan merefleksikan sikap dalam menghadapi persoalan hidup. Pola pikir yang matang
akan membangun visi misi hidup yang baik. Nah, yang sering jadi permasalahan
adalah: apakah visi misi hidup kalian sejalan? Target kamu, kamu ingin menikah
satu atau dua tahun lagi, tapi ternyata dia punya keinginan untuk menikah
setelah karir dia sukses (misalnya, masih dua atau tiga tahun lagi). Well, it doesn’t click.
Pola pikir juga akan menentukan proses apa yang sebaiknya kamu jalani. Misalnya, ketika kamu berpikir bahwa menikah itu tidak melulu harus melewati fase pedekate berbulan-bulan (atau mungkin bertahun-tahun?) - kemudian saling mencintai - lalu berpacaran - dan menikah, it's totally fine! Fase itu bisa diubah jadi: kalian sama-sama nyaman dan cocok - saling percaya - lalu menikah - and falling in love after married. I don't know, but this process just sounds more simple to me. Ada baiknya, pola pikir mengenai proses apa yang akan dijalani ini harus sejalan.
Nah, disaat kalian saling bertukar pikiran dan cerita mengenai hal diatas, akan muncul perasaan klop atau engga. BUT, hal ini sebenernya ga mutlak lho. Kata orang, dalam suatu hubungan, akan selalu ada perjuangan dan pengorbanan. Entah kamu yang mengorbankan targetmu, atau dia. Entah dia yang akan mengubah prosesnya dan mengikuti prosesmu, atau sebaliknya. Yang penting kalian sama-sama sudah bisa berpikir matang. I suggest you both discuss it, a heart-to-heart conversation, with your egos in a lowest level. Win-win solution. Ini kalau kalian berdua sudah sama-sama yakin.
Pola pikir juga akan menentukan proses apa yang sebaiknya kamu jalani. Misalnya, ketika kamu berpikir bahwa menikah itu tidak melulu harus melewati fase pedekate berbulan-bulan (atau mungkin bertahun-tahun?) - kemudian saling mencintai - lalu berpacaran - dan menikah, it's totally fine! Fase itu bisa diubah jadi: kalian sama-sama nyaman dan cocok - saling percaya - lalu menikah - and falling in love after married. I don't know, but this process just sounds more simple to me. Ada baiknya, pola pikir mengenai proses apa yang akan dijalani ini harus sejalan.
Nah, disaat kalian saling bertukar pikiran dan cerita mengenai hal diatas, akan muncul perasaan klop atau engga. BUT, hal ini sebenernya ga mutlak lho. Kata orang, dalam suatu hubungan, akan selalu ada perjuangan dan pengorbanan. Entah kamu yang mengorbankan targetmu, atau dia. Entah dia yang akan mengubah prosesnya dan mengikuti prosesmu, atau sebaliknya. Yang penting kalian sama-sama sudah bisa berpikir matang. I suggest you both discuss it, a heart-to-heart conversation, with your egos in a lowest level. Win-win solution. Ini kalau kalian berdua sudah sama-sama yakin.
Nah, yang terakhir ini mengenai prinsip agama yang ia pegang. I can say that, this is the most important
thing. Well, sebenernya kita gabisa menilai kualitas iman seseorang, karna
Cuma Allah yang bisa menilai. But at
least, kita bisa sedikit menebak dari kebiasaan dia. Karena orientasi kamu
udah ke arah “mencari pasangan hidup yang bisa membawamu kea rah baik di mata
Allah”, otomatis kamu nyari orang yang pemahamannya ga asal-asalan dong. But, lagi-lagi, ini ga mutlak ya. Ini
tentang ada ato engganya niatan di antara kalian berdua untuk sama-sama jadi
lebih baik. Apakah kalian sama-sama sedang memperbaiki ibadah, apakah kalian
sama-sama mulai rajin meng-upgrade
ilmu agama seperti mendatangi kajian-kajian rutin, atau apakah kalian sama-sama
rajin mendoakan satu sama lain di sepertiga malam terakhir? (Eaaa). Percaya deh
kalo Allah selalu punya cara yang amazing
dalam mengabulkan doa hambaNya. Sweetness
overload! :’) Tapi inget, urusan ibadah ya urusan masing-masing. You just don’t have to tell him you’ve done
it all. Sesekali ngingetin kebaikan, it’s
okay. Dan, jangan lupa: lurusin niat. Jadi baik bukan untuk dia, tapi semata-mata
untuk Allah. Don’t expect people. Just
don’t.
Kemarin dapet kalimat bagus:
“Someone can be madly in love with you and still not be ready. They can love you in a way you have never been loved and still not join you on the bridge. And whatever their reasons you must leave. Because you never ever have to inspire anyone to meet you on the bridge. You never ever have to convince someone to do the work to be ready. There is more extraordinary love, more love that you have never seen, out here in this wide and wild universe. And there is the love that will be ready.” – Nayyirah Waheed
All right, good people. Now your mind was blown, wasn't it? Haha. Kalo boleh dirangkum ya, ujung-ujungnya kembali lagi ke statement: menikah itu tidak hanya menyatukan dua insan (iman dan
pola pikir), tapi juga menyatukan dua keluarga (lingkungan terkecil dimana ia
berasal). Tidak perlu ada paksaan dalam mempersatukan. Just balanced that way. Don't worry, this is Silmi's version only. :)
“Kamu kan orang baik mi, tenang aja. Pasti bakal dapet pasangan yang baik juga.”Thanks yul, aku cukup terharu. Haha. :')
@silminasusra
Thu, February 18, 2016 (3:33 PM)
Subscribe to:
Posts (Atom)